Harapan dan Impian

Semua orang memiliki harapan dan cita-cita, namun saat semua hal yang diimpikan bukanlah jalan yang kita butuhkan saat ini rasanya seperti kita jatuh ke dalam dasar jurang dan ingin menghilang dari kehidupan ini. Ya.. walau banyak yang mengatakan manusia adalah makhluk sosial dan hidupnya selalu membutuhkan orang lain tapi ada kalanya dia akan sendirian. tidak akan ada yang menemaninya. dia harus berjuang sendiri agar bisa menggapai impian tersebut.

Terkadang, manusia tidak dapat jujur dan menerima kekurangannya yang ada. mereka terlalu takut dan tidak mampu berbuat sesuatu. seakan-akan dunia bersikap tidak adil pada dirinya saja. Terkadang aku berpikir "jangan-jangan aku telah berbuat hal yang membuat orang marah sampai-sampai aku gagal karna ketakutanku sendiri? inikah karma untukku?"

Pikiran yang begitu bodoh, dan sangat menyebalkan bila kita merasakan seperti itu. terkadang Tuhan memang tidak memberi taukan jalan apa yang harus kita tempuh sampai kita mendapatkan sebuah kesalahan. hei... bagaimana dengan hutang-hutang yang kau miliki? sebuah hutang entah itu kepada sebuah pihak yang telah membantumu atau sebuah janji?

begitu menyedihkannya sampai-sampai aku tidak tau harus berbuat apa, yang aku tau hanya menangis saja dan ......

ahh... rasanya kita semua ingin mati bila sudah depresi yang berkempanjangan. begitu lucunya sampai aku terlalu memikirkan banyak hal yang membuatku terlihat seperti PECUNDANG. ya.... seorang Pecundang yang tidak dapat melakukan apapun bahkan untuk berbicara saja aku tidak bisa. bagaimana bisa maju bila sebagai manusia saja aku sudah terbilang gagal....


pernahkah kalian merasakan itu? pernahkah kalian ingin menolong orang seperti itu? atau ingin merangkulnya? tetapi sekali pecundang tetaplah pecundang...

aku.... sudah menghancurkan apa yang mereka percayakan kepadaku......

Blog, dan Kampus

Holaaaa......
Ahhh... udah lama rasanya gak buat catetan pribadi di Blog. Blog udah berlumut, dan bersarang laba-laba. dan sekalinya buka Blog malah mengganti ini itu. Aku benar-benar minta maaf :"
dan aku benar-benar menyesal, terlebih lagi aku bakal tambah sibuk...
oh ya! mungkin kalian bertanya-tanya kenapa gak pakai panggilan Neko lagi? a-aku malu... *Blush* udah kuliah masa m-manggil diri sendiri kaya begitu. Hayati bener-bener malu bang, mba...

Dan aku bersyukur walau ganti Nama Blog gak ada yang protes minta acara syukuran. Uangku... Uang... ahhh... Saya gak punya uang, saya aja masih pusing mikirin nilai dan beasiswa untuk kuliah..
yang tau info beasiswa kontek-kontek saya ya *wink*

Tapi rasanya memang lelah ya, kalo jadi mahasiswa. Waktu tidurku jadi sedikit banget... hhahhh....

Ahh!! Saya lupa, saya belum kasih tau saya kuliah dimana. sekarang saya kuliah di UHAMKA ( Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka ).

Kenapa di Swasta? Kenapa gak di Negeri? awalnya saya memang udah berusaha di Negeri sampai Muak! bener-bener Muak rasanya, walau gak begitu ambil pusing. tapi tetap saja saya udah lelah dengan Negeri. Awalnya saya memang menjadikan UHAMKA sebagai pelarian saya, tapi setelah saya pikir-pikir mungkin ini memang jalan saya. Dan kenapa harus malu dengan Almamater sendiri? Toh setidaknya kampus saya tidak terlalu buruk di mata publik. Masih bisa bersaing dengan Kampus-kampus Negeri. Yang terpenting itu apa yang ada di dalam kepala kita kok.

Dan bila saya mengatakan apa Prodi saya, saya yakin pasti kalian akan bertanya-tanya. karena kenapa? kalo kalian liat dengan apa yang saya post di Blog saya, pasti kalian akan mengira saya mengambil Sastra atau pun Pendidikan Bahasa Jepang! pasti! karena saya memang masih ada niat untuk memberikan Edukasi tentang bahasa Jepang lho! walau gak sampai Kanji ya :"

Tapi... Tapi... saya juga punya mimpi lain, kenapa saya mengambil jurusan ini. Saya mengambil sebuah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UHAMKA.


Tempatnya, di Kamp. Rambutan. Pasar Rebo, jl. Tanah Merdeka (kapan-kapan main ke sana dan ketemu Neko ya ;) ). Lalu kira-kira apa yang saya ambil? gak jauh-jauh dari bahasa kok. Dan apa itu? itu... Itu adalah bahasa Indonesia!! Yeeeaaayyyy.....
Bahasa Indonesia!?? wuaattt??? kenapa??!! pasti kalian bakal berpikir, "Mau jadi apa?" "Kenapa ambil jurusan bahasa lokal?" "yaelah... udah bisa Indonesia, masih aja ngambil Indonesi. atau emang lu gak bisa Indonesia? ppfftt" 
Tolonglah... buat kalian yang memandang pelajaran bahasa Indonesia sebagai hal yang mudah dan gampang, pernahkah kalian dapat Indonesia dengan sempurna secara terus menerus? pernahkan kalian telah memahaminya benar-benar? Saya mengakui kalo saya masih bodoh di bahasa sendiri dari pada bahasa Jepang saat SMA dulu! ahh... sedih rasanya kalo ingat hal itu. 


Ahhh..., Niatnya mau cerita tentang OSPEK dan Tragedi yang aku dapat saat pulang dari kosan temen :"
tapi mau nyiapin materi buat besok, jadi kapan-kapan aja kalo udah sempet... doain biar Neko lancar ngeblog ya :*
*digamparin*

Judge Live Action


Subtitle : Indonesia

Sinopsis :
Film ini berkisah tentang situasi pelik, dimana 7 orang yang mewakili 7 pendosa (kesombongan, iri hati, kemarahan, kemalasan, keserakahan, kerakusan, nafsu) dikumpulkan untuk bermain “live or death” sambil mengenakan topeng hewan. Dalam game tersebut mereka harus memutuskan siapa yang dianggap paling berdosa dan harus mendapat hukuman mati.  

Genres: Mystery, Thriller

Creadit : Cinemaindo,

Download : Klik Here

Review Yuki :
Sebenernya ini Film, yang paling aku tunggu-tunggu-- walau telat nontonnya. Dan walau begitu baca manganya sampai habis, tapi untuk memberi rate film ini sendiri, sekitar 8/10. Apa yang di sampaikan seakan cukup berasa buatku. Tapi, bila kalian penyuka cerita misteri, cerita ini cukup memuaskan hati kalian. Namun, kurangnya mungkin agak kurang memuaskan karena waktunya yang tidak terlalu lama dan ada beberapa cerita yang menurutku masih miss
Film ini berkisah tentang situasi pelik, dimana 7 orang yang mewakili 7 pendosa (kesombongan, iri hati, kemarahan, kemalasan, keserakahan, kerakusan, nafsu) dikumpulkan untuk bermain “live or death” sambil mengenakan topeng hewan. Dalam game tersebut mereka harus memutuskan siapa yang dianggap paling berdosa dan harus mendapat hukuman mati. - See more at: http://cinemaindo.com/judge-2013/#sthash.I1cm4k7e.dpuf
Film ini berkisah tentang situasi pelik, dimana 7 orang yang mewakili 7 pendosa (kesombongan, iri hati, kemarahan, kemalasan, keserakahan, kerakusan, nafsu) dikumpulkan untuk bermain “live or death” sambil mengenakan topeng hewan. Dalam game tersebut mereka harus memutuskan siapa yang dianggap paling berdosa dan harus mendapat hukuman mati. - See more at: http://cinemaindo.com/judge-2013/#sthash.I1cm4k7e.dpuf

Radom Curhatan Hati Yuki (Bagian ke 2)

Tempat yang nyaman,
aman, damai dan selalu membuat kita rindu. Tempat yang bagaikan surga kecil dimana kita berlindung. Tempat dimana kita saling menyayangi, mengasihi dan berbagi. Tempat dimana munculnya keceriaan, tawa, tangis, haru dan kesal.

Tempat yang kita sebut RUMAH.

Tapi. . .
Bagaimana bila tempat yang bagaikan sugar kecil, menjadi neraka?

Dimana semua perasaan nyaman, aman dan damai berubah menjadi hal yang hampa dan menakutkan. Dimana rasa mengasihi, menyayangi dan berbagi menjadi siksaan, keegoisan dan kemarukan. Dimana tawa, keceriaan dan haru hilang, hanya menyisakan kesedihan dan kekesalan.

Di saat orang yang kita anggap paling mengerti dan memiliki ikatan yang buat, yang selalu kita sebut Ayah dan Ibu. Menjadi membenci, dan engga mengetahui apa yang kita rasa. Lebih buruknya membuang ikatan kita. Ikatan begitu kuat, namun dibuang begitu saja.

Lalu di saat orang yang kita anggap akan selalu melindungi, menjaga dan membantu kita yang selalu kita sebut Kakak menjadi tidak peduli, acuh dan enggan membantu saat dalam kesulitan.

Dan. . .
Di saat orang yang kadang menurut, dan menjadi teman bercanda yang kita sebut Adik. Menjadi pembangkang dan menganggap kita tidak ada atau bahkan Mati.

Apakah hal itu yang selalu membuat kita berkata.
"Keluarga temanku mah enak", "lah kamu tidak seperti keluargaku" atau bahkan "TUHAN TIDAK ADIL!! Aku hanya ingin keluarga yang selalu mengerti aku! Dan menyayangiku!".

Atau malah ini?
"Apa salahku? Kenapa tidak ada yang menyukaiku? Kenapa mereka serti itu? Ahh. . . . Apa lebih baik aku mati saja? Atau membunuh mereka?"

Saat kau sebut Surga, sebenarnya Neraka. Saat kau bilang Sejuk ternyata Panas.

Fananya. . .

Amat sangat Fana dunia ini. Tidak ada perasaan yang abadi, tidak ada nyawa abadi. Yang ada hanya ikatan batin yang di putus paksa

Radom Curhatan Hati Yuki

Saat terdasar untuk menyukaimu lagi, ternyata itu salah. Memang tak seharusnya jatuh cinta kepada orang yang sama. Terlebih lagi saat mengetahui bahwa perasaan dan ucapannya itu bohong(mungkin iya atau tidak).

Ah. . . Mungkin sang pembohong kecil pantas mendapatkan kepalsuan sebagai balasannya. Harapan yang terkubur, dan dinding besar yang terus dipoles agar tidak runtuh saat melindungi hati rapuhnya.

Begitu besar harapan sang gadis. Menemukan setitik cahaya ditengah kabut yang terkadang membutakan mata, dan menyesatkan hatinya. Saat berpikir dia menemukan cahaya ternyata hanya kunang-kunang kecil yang tersesat dan mati dalam genggaman sang gadis.

Sendiri.
Gelap.
Dan Hampa.

Tubuhnya yang terus di paksa agar tegar, dan mengeraskan hatinya. Hanya membuatnya tersesat dan semakin jauh dari cahaya.

"Kehidupan yang Fana, tidak menyuruhmu untuk bersikap tegar dan terus berbohong. Sesekali menangislah bila itu diperlukan, dan sedikit jujur terhadap perasaanmu tidak seburuk yang kau bayangkan. Mungkin bisa saja, orang yang tulus menyukaimu akan menyelamatkanmu. Tapi aku tidak yakin terhadap orang yang sama. . ."

karena kita tidak akan tau Ending apa yang diciptakan Tuhan, dan apa yang akan kita dapat.

The Moon


gambar hanya untuk Ilustrasi



‘Seandainya bulan ada dua, tak apa walau dia tidak asli, tak apa walau dia tidak nyata. Asalkan ada kalian berdua yang aku cintai. Pasti akan menyenangkan’ Aku menutup buku yang baru sajaku baca. Entah kenapa air mataku jatuh begitu saja, cerita dalam buku ini mengingatkanku akan seseorang yang pernah aku sayang. Dekat namun rasanya tidak dapat aku raih, terasa begitu jauh walau sebesar apapun usahaku sudah mencoba mengejarnya dan aku bersyukur telah mengatakan perasaanku dengan jujur. Semua itu membuatku lebih tenang.

Kisah itu berawal saat aku dibelinya dalam Pasar Gelap, tidak seperti pembeli yang lainnya. Dia menyelamatkan hidupku, membuat hidupku menjadi lebih bebas. Bukan menjadi budak yang akan selalu disiksa, namun menjadi pelayan yang akan terus setia bersamanya apapun yang terjadi. Aku benar-benar jatuh cinta dengan Tuanku saat pandangan pertama, tapi aku sadar. Aku sadar, aku hanyalah seorang makhluk yang rendah dan tidak pantas bersanding dengannya. Hanya dengan menatapnya, hanya dengan bersamanya, hanya dengan merasakan semua kasih sayang yang dia berikan aku sudah cukup senang walau terkadang begitu menyakitkan.

“Kirana. Bisa bantu aku merapikan barang-barang yang akan dibawa besok.” Suaramu yang memanggilku. Membuatku langsung merapikan pekerjaanku, dan bergegas mendekatimu yang berada diambang pintu dapur.
Aku yang tengah berdiri dihadapannya, dengan senyuman bagaikan orang yang baru saja melihat pujaan hatinya. “Tuan akan pergi lagi? Padahal baru kemarin pulang…” ujarku lirih. Aku tidak begitu berani menatap wajahnya. “tapi saya akan membantu merapikan barang-barang yang akan dibawa Anda…” lanjutku sambil tersenyum kecil.

Tangan yang hangat dan cukup besar itu, menyentuh kepalaku dengan lembut. “sudahku bilang bukan? Panggil saja dengan namaku” ucapnya “Lagi pula besok aku akan pergi bersamamu. Kita sudah jarang pergi bersama bukan? Ada orang yang mau ku kenali juga kepadamu.”

“Tidak biasanya anda mengajak saya. Memangnya kita akan kemana?” entah kenapa rasanya dadaku begitu hangat. Memang sudah lama aku tidak pernah bersama dengan Tuanku. Karena kesibukannya dan beberapa urusan bisnis yang membuatku jarang melihatnya.

“Nanti juga tau. Sekarang, Kirana bantu aku merapikan barang-barang yang akan dibawa, dan langsung rapikan barang-barangmu.” Aku langsung mengerjakan apa yang diperintahkannya. Beberapa barang yang akan di bawaannya ada gaun yang begitu cantik, entah kenapa hal ini membuat dadaku sakit. Padahal aku tidak tau apa yang akan dia lakukan dengan gaun-gaun ini.
Keesokan harinya aku telah mempersiapkan semuanya. Mulai dari sarapan, barang bawaan dan kendaraan yang akan digunakan. Aku memang cukup sigap dalam urusan rumah tangga, juga telah dipercayai sebagai wakil kepala pelayan untuk mengurus kediaman Notonegoro. Tuanku, Putra Ramadhansyah Notonegoro merupakan Putra termuda dari keluarga Notonegoro, walau dia terbilang muda tetapi sudah banyak bisnis yang digelutinya. Terlebih lagi saingan-saingannya, tidak akan bisa berkutik sedikit pun bila sudah berurusan dengannya.

“Selamat pagi, Kirana” sapa Putra. Suara yang lembut itu membuatku menatap sang pemilik suara. Jemari tangan yang tengah membetulkan kancing kemeja membuatku terkesima, terlebih lagi senyumannya yang lembut selalu membuat pipiku bersemu.

“Se-selamat pagi, tuan Putra…” sapaku sambil membungkukan diri untuk memberi hormat. Wajahnya yang biasa terlihat tenang, tengah menatapku dengan tatapan bingung dan mungkin sedikit kesal. Tentu saja hal itu membuatku bertanya-tanya apa aku melakukan kesalahan dan sepertinya aku tau apa yang membuatnya begitu. “Ke-kenapa tuan..ma-maksud saya Putra. Ah. Ma-maaf saya belum siap-siap. Padahal anda sudah siap. Sa-saya permisi dulu…”

“Kirana…”

Aku langsung berhenti, dan memandang Putra. Wajahnya yang tersenyum kembali membuatku sedikit tenang dengan segala kepanikanku.

“kemarin kau merapikan beberapa gaun yang aku bawa bukan? Ambil beberapa gaun yang  kamu suka, dan pakailah salah satunya. Aku tunggu, kita akan sarapan bersama.”

“ba-baik!”

Terkadang aku berpikir. Apa boleh aku berharap, dibalik semua kebaikanmu kepadaku apa ada secercah perasaan suka yang sama sepertiku. Apa pantas pelayan sepertiku menjadi pendamping dirimu yang begitu berkilauan untukku. Tapi, aku takut.. aku benar-benar takut, bila semua itu hanya rasa kasianmu kedapaku. Sebuah rasa iba pada seorang gadis yang seumuran denganmu, gadis yang hidup sebagai budak dalam bisnis gelap.
Setelah selesai mengganti pakaian dengan gaun yang diberikan Putra, membuat diriku sedikit ragu untuk menggunakannya. Terlebih lagi saat aku menatap cerminan diriku dicermin, bagaikan seorang gadis bangsawan. Seandainya aku bisa menyetarakan statusku denganmu, seandainya aku bertemu denganmu tidak dalam status ini, atau seandainya aku tidak bertemu denganmu pasti aku tidak akan pernah merasakan hal ini. Perasaanku yang begitu menyukaimu membuat air mataku tergenang, kenapa aku begini lemah. Bukankah aku seharusnya bersyukur. Walau sebentar aku bisa mendampingimu. Sampai kamu bertemu dengan pasangan jiwamu.

Aku lupa, walau sebentar aku melupakan perkataan Putra untuk sarapan bersama. Air mata yang menggenang langsung aku seka, dan merapikan riasakan wajahku. Aku tersenyum, menatap diriku dicermin. Memberikan sedikit semangat untuk diriku. Aku berjalan dengan anggunnya menuju ruang makan, banyak para pelayan yang memujiku. Rasanya hal itu membuatku tenang dari kegelisahan yang aku rasakan. Perlahan namun pasti aku membuka pintu menuju ruang makan, dan membuat pandangan Putra teralih kepadaku. Tatapannya yang begitu lembut dengan tambahan sebuah senyuman membuat wajahku bersemu merah karena malu.

“Ternyata cocok. Kau begitu cantik, Kirana” puji Putra “dan riasanmu juga begitu alami, aku menyukainya. Nah, sekarang. Kita makan lalu berangkat.” Lanjutnya. Pujiannya benar-benar membuat dadaku berdegup kencang.

“ba-baik Tu—maksudku Putra..” saking gugupnya membuat lidahku keluh.

Singkat cerita. Dalam perjalanan Putra banyak cerita tentang perjalanannya. Mulai dari bisnis, pertemuannya dengan berbagai orang, dan hal-hal baru bagi hidupnya. Terkadang ceritanya membuatku tertawa. Namun, dari semua hal itu pembicaraan kami mulai terlihat serius saat dia membicarakan seorang gadis yang begitu menawan dan anggun. Salah satu  dari anak pemilik perusahan yang bekerja sama dengannya. Gadis keturunan inggris, yang begitu cerdas dan serba bisa.

“Dia gadis yang hebat…” komentarku sambil tersenyum. Walau sebenarnya hatiku sangat sakit mendengarnya. Tapi, aku harus mendukungnya. Karena itu sudah menjadi pilihan Putra.

“Iya, dia gadis yang hebat. Dan dia juga ahli dalam berbisnis. Jarang sekali ada gadis yang seperti itu, aku senang bisa bertemu dengannya.” Ucapnya sambil tersenyum lalu menatapku. “Aku juga senang bertemu dengan Kirana. Kamu juga perempuan yang hebat, aku begitu menyayangimu…” tanganmu yang merangkul kepalaku dengan begitu lembutnya. Membuat dadaku sakit. Bila kamu tau perasaanku yang sebenarnya, apa kamu akan tetap seperti ini.

Sampai kapan kendaraan ini akan membawamu kedekapan orang yang sangat kau cintai. Sampai kapan aku akan selalu berada di dekapanmu. Sampai kapan aku melihat senyum dan merasakan sentuhanmu yang begitu lembut. Seandainya kau nyata untukku, seandainya aku bisa mengungkapkan perasakaanku dengan mudah kepadamu.

“Suka… saya menyukai anda…” ucapku berbisik. Ucapan itu keluar begitu saja, aku benar-benar tidak sadar telah mengucapkan hal itu. Rasanya aku tidak sanggup mendengar apa yang akan dikatakan Putra. Aku benar-benar bodoh.

“eh? Tadi kamu bilang apa, Kirana?” Tanya Putra. Syukurlah! Dia tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan. Kalau dia mendengarnya rasanya sungguh memalukan, dan aku tidak akan tau harus bersikap apa.

“Ti-tidak! Bukan apa-apa. Ah! Lihat itu Putra. Rumah yang begitu besar. Rumah itu indah sekali…” aku mengalihkan pembicaran. Mataku yang terpesona melihat bangunan yang begitu besar. Walau tidak sebesar kediaman utama Notonegoro, tetap saja itu hal yang menakjubkan.

“ternyata sebentar lagi kita sampai. Dan aku akan bertemu dengan Tunanganku.” Wajahmu yang terlihat sedikit murung membuatku memelukmu. Seharusnya bukan kamu yang terlihat seperti itu, seharusnya aku. Kenapa kau harus menunjukan wajah itu.

“Aku tak apa, Kirana. Ayo kita turun dan bertemu dengannya.”  Kau lepas pelukanku. Dan keluar dari mobil yang tengah berhenti di depan pekarangan rumah itu. Aku mengikutinya dari belakang. Kami disambut oleh para pelayan, barang-barang kami pun juga dibawa mereka.

“Putra! Aku sudah lama menunggumu!” seorang gadis yang sangat cantik, terlebih lagi dengan rambut pirangnya yang tengah keluar dari dalam kediamananya. “Kamu juga membawa gadis yang manis. Apa dia juga untukku?” tatapan matanya sedikit membuatku takut, aku hanya bisa terus bersembunyi dibalik tubuh Putra.

“Aku tidak akan memberikan Kirana kepadamu, Ellen. Memangnya gaun yang segitu banyak masih kurang?” senyuman Putra ke Ellen tidak pernah kulihat sebelumnya. Entah kenapa dadaku benar-benar sakit karenanya.

“Kamu datang saja sudah cukup untukku, tapi hari ini aku tidak bisa menemanimu dulu. Sampai besok aku ada urusan bisnis.” Ellen merangkul lengan Putra “Kalau begitu ayo kita masuk..”

Aku mengikuti mereka berdua. Selama turun dari kendaraan aku hanya bisa diam, bahkan aku hanya menjawab pertanyaan seadanya. Aku tidak berani untuk mengatakan yang lebih. Dadaku sangat sakit.

“Kalau begitu, sekarang aku pergi dulu ya.” Kami mengantar Ellen menuju kendaraannya. Disaat mengantar kepergian Ellen, Putra masih asik bercengkrama dengan mesranya. “Dan kamu, tidak usah merasa segan untuk meminta tolong para pelayan yang ada disini. Karena kamu juga seorang tamu.” Ellen menatapku dengan lembut.

Aku mengangguk pelan. “Baik, nona Ellen…” jawabku, setelah itu membungkukan badan untuk memberinya hormat.
Kendaraan yang membawa Ellen telah berjalan. Putra yang mengandengkan tangannya  mengajakku untuk masuk kedalam kediaman keluarga Alexandre. Kami yang tengah dijamu untuk makan malam menikmatinya berdua, seakan sedang berlibur di Villa sendiri.

“Kirana. Nanti malam bisa menemaniku?” ucap Putra, setelah selesai makan kita langsung menuju ruang tengah untuk bersantai.

“Tentu saja, memangnya anda ingin kemana?”

“Pekarangan rumah, dibelakang rumah ini terdapat taman yang cukup luas”

“kalau begitu baiklah, saya akan menemani anda.”

Suhu malam yang semakin dingin namun tidak menyurutkan keinginan Putra untuk mengajakku ke pekarangan keluarga Alexandre. Diatas kepala kami terlihat lautan bintang-bintang dihiasi bulan purnama yang begitu cantik. Cahaya bulan yang malu-malu menyinari pekarangan, malah dengan senangnya menunjukan pantulan dirinya di kolam kecil. Benar-benar memanjakan mata siapapun yang melihatnya.

“Tempat ini indah bukan? Aku mengajakmu karena ingin menunjukan tempat ini. Walau sebenarnya ada tempat lain yang lebih indah, namun tidak ada tempat untuk menginapnya. Aku tidak tega membiarkanmu tidur diluar.” Perkataanmu membuatku berharap. “Dan lagi, aku tidak suka melihat wajah murungmu.” Jemari tanganmu yang menyentuh pipiku dan tatapanmu yang begitu hangat.
Pipiku yang bersemu merah. Samar-samar telihat dibawah cahaya bulan. “Saya suka, Terima kasih tuan Putra.” Ucapku pelan bagai bisikan.

“aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Kirana.” Ucapanmu yang mulai serius, tubuhmu yang sedikit menjauhiku dan memandang indahnya taman yang ada dihadapan kita. “Aku akan menikahi Ellen bulan depan. Bagaimana pendapatmu?” kini tatapanmu beralih kepadaku. Aku tidak tau harus mengatakan apa. Hal ini begitu cepat untukku.

“Apapun itu, saya pasti akan mendukung anda. Tapi walau sebentar, izinkan saya berada disisi anda. Ma-maaf kalau saya terlalu lancang…” tanpa aku sadari air mataku turun membasahi pipi. Kau yang sembari tadi menatapku, langsung mendekap tubuh mungil ini.

“Maafkan aku, Kirana. Seharusnya aku menyadarinya dari dulu.” Tatapanmu yang begitu lirih semakin membuatku sakit. Setiap ‘Pertemuan’ pasti akan ada ‘Akhir’. Dan aku benci akhir yang menyakitkan. “Maaf…” saat kau melepas dekapanmu, jemari tanganmu langsung menyeka air mataku.
Aku tersenyum dan menatapmu dengan penuh kesedihan. “Saya ingin mengatakan sesuatu.” Aku memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan. “Saya bersyukur bertemu dengan anda. Saat saya bertemu dengan anda, saya langsung menyukai anda. Mungkin saya lancang karna telah menyukai anda. Saya tau status saya, maka saya pendam semua perasaan saya. Saya terlalu takut untuk mengatakannya, anda begitu baik untuk saya. Terima kasih atas apa yang telah anda berikan untuk saya.” Aku tersenyum. Seakan senyumanku membuang semua rasa sakitku. Walau kadang masih terasa. Kau yang mendekapku membisikan permintaan maaf. Aku yang sudah mengira apa yang akan kamu katakana hanya bisa terdiam dalam dekapanmu dan merasakan kenyamanan ini untuk terakhir kalinya.

Aku bukan bulan yang dikelilingi bintang, dan mendapatkan cahaya matahari. Aku hanya pantulan bulan diatas air yang begitu gelap, dan hanyut akan  kesendirian. Berharap sang matahari memberikan cahayanya. Harapan yang begitu tabu, dan tidak mungkin terjadi. Aku yang selalu berharap menggapaimu, namun terlalu takut untuk menerima kenyataan. Aku yang hanya bisa menatapmu dari jauh, namun begitu senang menerima semua kebaikanmu.  Pantulan hanyalah sebuah hal semu yang tidak nyata. Namun, keberadaanku nyata. Begitupun dengan perasaanku, perasaan yang menyukaimu begitu nyata. Tapi, sekarang aku harus mengubur semua perasaanku kepadamu. Tidak mungkin aku terus membawa perasaan ini, dan terus menerus merasakan sakit.

Aku melepaskan dekapanmu, dan tersenyum sebisaku. “Saya mendoakan kebahagiaan untuk anda dan nona Ellen. Dan terima kasih telah memberikan sebuah hal yang terindah untuk saya.” Sekarang aku benar-benar sudah kuat.

“Begitu pun denganku. Tapi maukah kau tetap disampingku? Aku tidak bisa kehilangan dirimu. Kau pun begitu berarti bagiku, Kirana…” ucapmu, tanganmu yang terulur aku sambut sedang senangnya. Mungkin, bila bulan ada dua kamu bisa bersama dengan kedua bulan tersebut. Tanpa ada yang tersakiti karena hal ini.

“Saya akan selalu melayani anda”

Rasanya sudah hampir satu tahun lebih sejak kejadian itu. Kejadian itu benar-benar masih terlekat dikepalaku, kenangan yang begitu menyedihkan namun sangat berarti. Aku tidak pernah menyesal menyukaimu, karena dirimu membuatku mengerti apa itu kebaikan dan kasih sayang yang tidak pernah aku dapat. Sampai kapanpun aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu dan selalu setia disisimu. Walau bukan dalam status yang aku harapkan, namun hal itu sudah cukup. Karena kepercayaanmu membuatku tetap bertahan sampai sekarang. Bertahan dalam kehidupan yang fana dan perasaan yang bimbang ini.

“Ah. Bulan purnama yang indah. Sayang saya tidak bisa melihatnya bersama anda” Aku menikmati bulan purnama yang pertama kali sejak kejadian itu.
Walau terasa hampa, tetapi bulan itu begitu indah. Namun, aku tetap lebih menyukai pantulan bulan. Walaupun sendirian namun dia begitu dekat untukku.

Dreams of Freedom


gambar hanya untuk Ilustrasi (walau gak nyambul LOL)


ini terus-menerus terjadi. Kira-kira sampai kapan perang ini terjadi? Dan sebenarnya untuk apa perang ini terjadi?. Terkadang para anggota Kerajaan serta para Count  hanya mengatakan ‘Perang ini pasti akan cepat berakhir!!’ dan sepertinya hal ini bohong. Semua itu aku sadari saat aku mulai beranjak Remaja. Aku yang mulai kritis mencari tau apa penyebab perang sebenarnya. Begitu pun dengan Kyle dan Roger, mereka mulai berlatih kemiliteran untuk menjadi Ksatria dan meraih perdamaian yang diimpikan.

“lihat siapa yang tengah serius dan menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis” ujarku dengan ketusnya. Walaupun ketus, tetap saja aku menatap kedua sahabatku dengan hangatnya yang tengah dikerubungi gadis-gadis desa.

“Hei Roger! Lihat siapa yang membawa makan siang kita” pendengaran Kyle memang bagus. Didalam kerubungan dan bisingnya suara gadis-gadis, suaraku yang bisa terbilang pelan dapat didengarkan.

“Oh. Alice kau lama.” Berbeda dengan Kyle yang tetap terlihat ceria. Roger tumbuh menjadi pria yang kalem serta tidak terlalu banyak bicara. “dan sebaiknya kalian pergi nona-nona, kami ingin istirahat dari gangguan kalian” sekalinya bicara begitu dingin dan menyelekit. Walau penggemarnya tetap banyak.

Rasanya tanpa aku sadari, kita mulai berubah menjadi kepribadian yang baru dan lebih dewasa. Padahal belum lama kita masih suka bermain panas-panasan dan berkotor-kotor bersama. Tapi kini, di hadapanku dua orang ksatria yang mungkin akan mengubah takdir dengan membuat perdamaian. Walaupun, aku tidak tau sampai kapan kedamaian sementara ini berlanjut. Karena, bau bubuk mesium dari balik bukit semakin pekat menyengat indra penciumanku. Otakku pun terus aku perah untuk mencari jalan keluar permasalahan peperangan. Anggota kerajaan tidak mungkin ingin menyerah dalam peperangan. Harga diri mereka terlalu tinggi bila disuruh menyerah begitu saja apa lagi kalau sudah berurusan dengan memperkaya diri.

Bukannya semakin kritis, malah semakin prihatin. Aku tidak tega melihat para warga desa yang bersusah payah bertahan hidup, malah harus setengah mati memikirkan cara untuk membayar pajak. Tidak ada lagi kebaikan. Tidak ada lagi keprihatinan petinggi kerajaan. Janji hanyalah janji yang tidak akan terjadi.

“lice… Alice…… ALICE!!” Teriak Kyle. Suara teriakan Kyle membuatku tersadar dari lamunanku.

Aku langsung menatap Kyle “ehh? Iya. Ada apa?” jawabku seadanya.

“Makanya kalo orang ngomong dengerin” Desis Roger “bagaimana dengan permohonanmu? Apa diterima?” Walau ucapan Roger terkadang kasar, tapi aku tau perlakuannya sangat baik. Buktinya dia menepuk kepalaku dengan lembut.

Seketika wajahku menjadi murung “Hahh….” Aku menghela nafas dengan beratnya. “Belum, tapi sepertinya salah satu dewan yang ada yang begitu tidak sukanya dengan aku ikut serta sebagai calon dewan.” Aku tersenyum kecil. Terkadang aku tidak yakin bisa mencapai apa yang kita harapkan menjadi kedutaan perdamaian itu sulit, terlebih lagi Kerajaan ini sudah terlalu lama berperang. Selalu saja membuat beban pikiranku numpuk.

“Bodoh..” Roger menyentil keningku. “Bego..” dan dilanjut Kyle yang menjitak kepalaku. “Kami akan mendukung dan melindungimu, Alice!” Ujar mereka berdua.

Perkataan mereka benar. Aku terlalu bodoh karna membebani pikiranku. Padahal, mereka pasti akan selalu mendukungku dan melindungiku apapun yang terjadi. Aku telah lupa akan semua hal itu. Aku terlalu hanyut dalam pemikiranku yang terlalu kuno. Apapun yang terjadi, aku harus terus bangkit untuk menggapai impian kami dan mendukung mereka untuk menjadi ksatria yang sebenarnya. Dan saat kami sudah meraih itu semua apa kami akan tetap seperti ini?.

****

Berkali-kali penolakan dan pertemuan dengan para petinggi Kerajaan tidak membuatku menyerah. Karena Aku, Kyle, dan Roger tengah menggapai Impian kita masing-masing. Aku yang ingin maju sebagai wakil Kerajaan sebagai Kedutaan Perdamaian. Kyle yang tengah dalam masa percobaan terbang untuk menjadi Pilot di kemiliteran. Dan Roger, ingin maju dalam barisan terdepan dalam perang. Mungkin akan sulit bagi kami, tapi apapun yang terjadi kita tidak akan kalah sampai bau bubuk mesium di balik bukit itu hilang. Dan mungkin, sekarang adalah waktu penentuanku untuk menggapai impianku.

“Jadi kau lagi? Bukankah Anda… siapa? Ah ya. Nona Craven Alice telah ditolak berkali-kali?” Seorang Petinggi Kerajaan seakan bosan melihatku. Aku tau, aku sudah berkali-kali daftar sebagai Dewan Kedutaan untuk Perdamaian. “Para Count dan Countess saja banyak yang gagal. Seharusnya kau sadar diri Nona. Kau hanya seorang gadis desa biasa.” Ketusnya.

Aku hanya bisa bersabar mendengar ucapan Petinggi Negera itu. Seakan, dia selalu benar dan memandang rendah para warga desa. “Apa salahnya gadis desa menjadi wakil perdamaian?! Tidak selamanya para Count atau Countess tau, apa yang tengah dihadapi warga desa karena perang ini! Saya tidak akan menyerah sampai wakil perdamaian memang sudah ditentukan! Bahkan seperti yang anda bilang para Count dan Countess saja tidak pantas berarti sebuah status kedudukan tidak ada artinya bukan!? Bahkan mereka yang bangsawan sama buruknya dengan gadis desa sepertiku! Tidak! Mereka lebih buruk karna tidak ada niat untuk bangkit!!” aku keceplosan. Mungkin aku terlalu banyak bicara, bahkan aku tidak berani mengangkat wajahku untuk melihat para petinggi Kerajaan.

Habis sudah impianku, mungkin aku tidak akan bisa lagi muncul dikompetisi ini lagi. Maaf kan aku Kyle, Roger. Aku tidak bisa menggapai impian kita bersama.

“Craven Alice.” Suara yang berat nan tegas membuatku menatap sosok sang pemilik suara, Sang Raja. Suara itu berasal dari sang Raja dan aku benar-benar kaget karena sang Raja mengetahui namaku. “ Ucapanmu memang tidak bisa dimaafkan.” aku tertegun mendengar apa yang dikatakan Raja. Mungkin aku benar-benar tidak akan bisa meraih impianku dan impian semua orang. “Tetapi, itulah yang aku tunggu-tunggu dari semua calon perwakilan kedamaian. Bahkan anakku sendiri pun tidak dapat aku percaya.” Sekarang aku benar-benar senang. Aku seperti mendapat siraman air dingin ditanah yang tandus. “Craven Alice. Saya mengutusmu untuk menjadi Dewan perwakilan perdamaian antara Kerajaan kita Azhuria dan Kerajaan Shiltz. Apa kau siap?”

Aku benar-benar senang. Akhirnya apa yang ingin aku capai bisa terkabul. “Tentu saya siap yang Mulia! Hamba siap menjadi perwakilan untuk Azhuria dan membuat perdamaian dengan perwakalian dari Shiltz

“Berterima kasihlah dengan teman-temanmu nona Craven. Tanpa mereka memohon kepadaku, mungkin aku tidak akan mendengar apa yang kau katakan. Dan untuk kalian para Petinggi Negeraku, bukalah hati kalian jangan hanya menatap status kekuasaan kalian. Saya permisi dulu…”
Lagi-lagi Kyle dan Roger membantuku. Aku senang bisa mengenal mereka, dan sekarang adalah giliranku untuk mendukung mereka.

“Akhirnya kau mendapatkannya, Alice. Hehe…” Kyle yang tengah keluar dari balik pintu, dan tersenyum dengan senangnya mendengar apa yang dikatakan sang Raja.

“Sudah aku bilang bukan? Kita akan mendukung dan melindungi. Dan ternyata orang bodoh bisa bicara dengan blak-blak seperti itu.” Roger yang berada disebelah Kyle ikut tersenyum atas apa yang telah aku capai.
Entah kenapa air mataku keluar. Namun, ini bukan air mata kesedihan tetapi air mata kebahagiaan. “Aku janji… aku akan membuat Kerajaan kita berdamai kembali dengan Kerajaan Shiltz” Ujarku dengan senyuman.

“itu baru Alice kami…”

Waktu keberangkatanku telah ditentukan. Setelah diangkatnya aku menjadi perwakilan perdamaian. Kyle dan Roger diangkat menjadi Jendral. Sekarang, mereka telah membuat strategi untuk menghindari jatuhnya lebih banyak korban, entah itu Ksatria atau pun warga sipil. Dan sekarang perasaanku benar-benar sangat senang, namun tetap saja kecemasan muncul dibenakku. Aku takut semua kesepakatan yang akan aku lakukan malah mengacaukan semua ini dan membuat perang semakin parah. Tapi aku harus yakin! Semua untuk warga sipil Azhurai dan Shiltz. Tentu saja, untuk Kyle dan Roger yang telah mempercayaiku.

“kau harus semangat Alice! Aku percaya kau pasti bisa”

“walau kau tidak bodoh-bodoh banget, tapi jangan berbuat hal yang memalukan sampai membuat kekacauan Alice”

“Nona Craven. Disana anda akan disambut oleh perwakilan Shiltz, kami semua berharap banyak kepadamu. Semoga anda sukses membuat kesepakatan dengan Shiltz, dan melakukan yang terbaik untuk kedua Kerajaan.”

Aku mengangguk pelan setelah mendengar yang mereka ucapkan. “Aku akan berjuang semampuku.”

Kapal yang telah membawaku telah membunyikan pluitnya. Seakan memberikan peringatan untukku agar cepat naik, rasanya benar-benar sedikit menyakitkan saat aku harus berpisah dengan dua sahabatku dan tanah kelahiranku tetapi bila itu untuk perdamaian. Aku akan melakukan apa saja, karena aku yakin Kyle dan Roger akan selalu mendoakanku. Begitu pun aku yang mendoakan untuk keberhasilan mereka.
Selama diperjalanan menuju Kerajaan Shiltz aku disajikan dengan keindahan pemandangan lautan, serta pula yang tengah menjadi rebutan antar kerajaan tersebut. Walau lewat jalur darat lebih dekat dari pada laut, tetapi hal itu tidak menjamin keamanannya. Dan aku bersyukur melewati jalur laut ini, karna ketika aku melihat pulau yang menjadi rebutan kekuasaan sebuah ide yang mungkin akan membawa perdamaian antar Kerajaan ini. Semoga saja nanti wakil dari Kerajaan Shiltz orang yang baik, dan apakah mereka juga mengirim wanita? Kalo iya pasti akan menyenangkan sekali karna aku akan memiliki teman wanita.

Namun dugaanku salah besar, saat aku turun dari kapal Pesiar dan melihat sebuah papan dengan nama Kerajaanku ditengah kerumunan gadis-gadis yang berteriak dengan hebohkan. Untung saja aku sudah terbiasa melihat pemandangan ini, kalau tidak mungkin aku akan enggan mendekat kearah kerumunan gadis-gadis itu.

“Ma-maaf… permisi…” aku mencoba menerobos masuk kedalam kerumunan tersebut dan rasanya tidak menyenangkan. Bahkan aku sampai tidak sengaja menabrak seseorang karna didorong oleh gadis-gadis ini.

“Kau tak apa nona?” suara yang lembut membuatku menatap pria yang baru saja aku tabrak. Cantik—kesan pertama yang aneh saat melihat wakil dari kedutaan kerajaan Shiltz, mungkinkah pria ini? Dan sepertinya dugaanku benar saat menatap papan yang ia pegangi.

“saya Craven Alice, wakil dari kerajaan Azhuria.”

“Akhirnya ketemu juga, saya Vallen Arthur” Pria itu mengangkat tubuhku dan membuatku menjadi pusat perhatian dari gadis-gadis yang mengerubinginya “Wakil serta Pangeran Kerajaan Shiltz” lanjutnya berbisik ditelingaku. Dan membawaku menjauh dari kerumanan itu.
Dalam perjalanan menuju tempat Konferensi, wajahku tetap saja bersemu. Rasanya sungguh malu saat diperlakukan seperti itu. Terlebih lagi yang melakukannya seorang Pangeran. Kyle, Roger apa salahku sampai hal itu terjadi padaku. Aku terus saja berpikir yang aneh-aneh, dan kecanggungan diantara kita sedikit mengusikku.

“Ma-maaf…” Aku sedikit membuka suara dengan perlahan.

“Panggil saja Arthur. Walau posisiku pangeran, sekarang aku hanyalah seorang wakil sama sepertimu.” Dia tersenyum dengan hangatnya dan seakan ingin melelehkan kecanggungan diantara kita.

“umm… kenapa tuan Arthur ingin menjadi wakil? Bukankah anda seorang pangeran?” aku sangat hati-hati dalam bicara. Salah sedikit mungkin aku bisa mengacaukannya.

“mungkin tidak ada yang tau, kalau aku berteman dengan pangeran Azhuria, Decheva Alex. Saat dia mengirim surat dan menceritakan tentang dirimu.

Aku dan Alex memiliki niat untuk maju menjadi wakil perdamaian juga. Walau begitu, Alex mengurungkan niatnya dan mempercayakan semuanya padamu. Aku pun percaya juga kepadamu, makanya aku ingin bertemu denganmu. Dan bila ingin kau juga tau kalau Alex sudah berada digedung Konferensi” Entah apa yang membuat mereka percaya kepadaku. Tetapi hal ini benar-benar menimbulkan kepercayaan diri yang sangat besar.

Saat aku sampai di gedung Konferensi, aku disambut dengan hangatnya. Ternyata memang benar disana ada pangeran Alex dan beberapa Petinggi Kerajaan yang datang duluan. Tapi yang membuatku lebih senang adalah datangnya para warga-warga desa yang ikut hadir. Sampai seperti itukah kepercayaan mereka kepadaku? Aku benar-benar senang dan tidak percaya! Saat giliranku maju untuk berbicara, aku disambut dengan meriahnya. Kyle… Roger… dan kalian yang tengah berperang doakan aku semoga aku bisa membawa perdamaian.

“Para hadirin yang saya Hormati. Terima kasih atas kepercayaan kalian semua yang telah memberikan kesempatan untukku berbicara didepan kalian. Mungkin saya lancang karna saya hanya gadis desa biasa dan tidak begitu mengerti apa yang tengah terjadi diantara Kerajaan dengan detailnya. Namun, dengan terus berperang juga tidak akan menimbulkan hal yang menguntungkan bagi Kerajaan. Terlebih lagi bagi kami warga desa, yang mati-matian bertahan dihidup ditengah peliknya perekonomian. Dan saat saya menuju kemari, saya melihat pulau yang tengah diperebutkan. Indah dan sangat subur memang. Tetapi, bila kita cermati tempat itu juga bisa menjadi tambang emas bagi kedua Kerajaan. Tempat itu berada dipertengahan perairan yang menghubungkan Kerajaan yang kita banggakan. Bila kita menjadi sekutu dan menyetujui perdamaian. Tempat itu bisa kita kelolah bersama, dan tentu saja kekuatan Kemiliteran antar Kerajaan akan menjadi semakin kuat karna bantuan Kerajaan Azhuria disertai dengan Teknologi yang bertumbuh pesat karna bantuan Kerajaan Shiltz. Para hadirin semuanya saya berharap, amat sangat berharap terlebih lagi untuk para petinggi Kerajaan untuk memikirkan hal ini matang-matang. Dan juga untuk kesejahteraan antara kedua Kerajaan. Terima kasih” Aku benar-benar tegang saat berpidato dan semua hilang karna tepukan meriah yang mereka berikan untukku.

Beberapa bulan kemudian setelah Konferensi, akhirnya pengumuman perdamaian telah ditanda tangani dan Kerajaan Azhuria serta Kerajaan Shiltz kembali berdamai. Kedua Kerajaan juga mulai menjadi sekutu dan mulai melakukan kerja-kerja sama yang telah dibuat. Kyle dan Roger pun telah menjadi Kapten. Dan aku menjadi Penasehat antar Kerajaan. Dan aku benar-benar bersyukur, aku dan kedua sahabatku telah meraih impian yang kita inginkan.
Powered by Blogger.

- Copyright © My World - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -